Minggu, 24 Oktober 2010

BELAJAR ETIKA (kenapa) SAMPAI KE NEGERINYA PLATO

WAKIL rakyat kita terus rajin memproduksi kekonyolan demi kekonyolan. Dari kemalasan bersidang yang tidak kunjung sembuh, nafsu membuat rumah aspirasi yang ujung-ujungnya proyek, hingga pelesir ke luar negeri yang dibalut studi banding.

Demi memenuhi syahwat politik itu, miliaran rupiah pun disiapkan. Soal apakah berbagai agenda tersebut masuk akal atau tidak, berguna atau mubazir, ada urusannya dengan rakyat atau tidak, bukan perkara penting lagi bagi anggota DPR.

Kekonyolan paling mutakhir ialah kepergian 8 anggota Badan Kehormatan DPR dan 2 staf ke Yunani, mulai hari ini, untuk belajar soal etika. Total uang negara yang dikuras untuk perjalanan enam hari itu mencapai Rp1,4 miliar.

Alasan mengapa Badan Kehormatan DPR perlu belajar etika ke Yunani pun menggelikan. Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Nudirman Munir menyatakan studi langsung ke lapangan itu penting dilakukan karena Badan Kehormatan perlu mempelajari aplikasi beretika untuk diterapkan di DPR.

Sengaja dipilih Yunani karena negara itu dipandang memiliki sejarah demokrasi yang tertua. "Kami bisa banyak belajar di sana karena Plato dan Aristoteles berasal dari sana," kata Nudirman.

Tapi, agenda anggota dewan selama kunjungan di negeri yang kini dilanda kebangkrutan ekonomi itu jauh dari substansi soal etika, soal aksiologi, soal nilai-nilai. Wakil rakyat kita hanya ingin mengetahui bagaimana Yunani mengatur anggota parlemen yang merokok. Juga, bagaimana anggota parlemen di sana harus berpakaian.

Lebih aneh lagi, anggota dewan jauh-jauh ke Yunani sekadar ingin mengetahui cara berinterupsi untuk menyampaikan pendapat dalam sidang. Yang hendak dipelajari adalah apakah interupsi cukup dengan mengangkat tangan kemudian bicara, atau ada cara lain.

Sangat susah bagi kita untuk membedakan agenda studi banding para wakil rakyat itu dengan study tour murid taman kanak-kanak.

Dan, untuk hal remeh-temeh itu, negara harus mengisi kocek anggota DPR yang berangkat sekitar Rp165 juta per orang. Sebuah parade kekonyolan yang sempurna.

Padahal, belajar etika tak perlu jauh-jauh ke Yunani. Masih banyak guru besar etika di berbagai universitas di dalam negeri yang bisa diundang untuk memberi ceramah langsung.

Yang jelas, Yunani kuno yang dahulu melahirkan Aristoteles bukanlah Yunani yang sekarang. Yunani hari ini adalah negara yang sekarat ekonominya, yang terancam bangkrut, yang menjadi persoalan bagi Uni Eropa, yang harus diselamatkan dengan suntikan IMF. Salah satu penyebabnya ialah karena Yunani justru ditengarai tak etis, yaitu memoles kinerja ekonominya sampai mengilap agar dapat diterima menjadi negara bermata uang euro.

Dengan ngotot berangkat ke Yunani untuk belajar etika, anggota dewan dengan sendirinya sudah kehilangan etika. Bahkan tergolong kurang ajar, sangat kurang ajar, karena dilakukan Badan Kehormatan yang telah kehilangan kehormatan.

Sumber : Media Indonesia. Minggu, 24 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar